Arsip Berita Pengadilan
IKAHI PA Kuala Pembuang Ikuti Seminar Internasional Dalam Rangka HUT Ke-72 IKAHI
Foto: Seminar Internasional Dalam Rangka Peringatan HUT IKAHI Ke-72 (21/04/2025)
Kuala Pembuang | pa-kualapembuang.go.id
Seruyan – Senin, 21 April 2025. Bertempat di Media center Pengadilan Agama Kuala Pembuang Wakil Ketua Pengadilan Agama Kuala Pembuang Bapak. Ramdani Fahyudin, S.H.I., didampingi oleh Hakim Pengadilan Agama Kuala Pembuang Bapak. Eko Aprinadi, S.H. mengikuti Seminar Internasional Dalam Rangka Peringatan HUT Ke-72 IKAHI melalui zoom meeting yang diselenggaran secara hybrid. Acara dimulai pada pukul 08:15 WIB sampai dengan selesai, seminat internasional ini mengangkat tema “Penagakan Hukum Terhadap Contem of Court dalam Mewujudkan Peradilan Berkualitas”
Ketua Mahkamah Agung Yang Mulia Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., dalam sambutannya dan sekaligus membuka kegiatan seminar internasional menegaskan bahwa seminar ini menjadi forum penting untuk menyatukan perspektif hukum nasional dan internasional dalam menyikapi tantangan-tantangan kontemporer terhadap proses peradilan
Seminar yang dipandu oleh moderator Dr. Aria Suyudi, S.H., LL.M, juga menghadirkan Ketua Komis III DPRI Dr. Habiburokhman, S.H., M.H., Ketua Komisi Yudisial Prof. Amzulian Rifai, S.H., L.LM., Ph.D dan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Dr. H. Prim Haryadi, S.H., M.H. masing-masing sebagai pemateri sedangkan sebagai penanggap dalam acara seminar tersebut menghadirkan Prof. Harkistuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D., Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M., Ketua Umum PERADI.
Ketua Komis III DPRI Dr. Habiburokhman, S.H., M.H., menyampaikan bahwa 25% hakim di Indonesia pernah mengalami contempt of court. Bentuk contempt of court di Indonesia sangat beragam, seperti menghina dan merendahkan martabat lembaga peradilan, melakukan pembakaran gedung Pengadilan Negeri, melakukan penyerangan fisik di tengah pembacaan putusan, membuat gaduh di ruang sidang dan lain sebaginya. Adapun permasalahan dalam contempt of court antara lain pertama: Nomenklatur CoC tidak disebutkan secara tekstual dalam KUHP Eksisting, sehingga seringkali menimbulkan silang pendapat antar penegak hukum, kedua: Tidak adanya definisi hukum (legal definition) dari CoC membuat seringkali penafsirannya menjadi subjektif, ketiga: Penjelasan Umum butir ke-4 UU Mahkamah Agung masih samar dan sangat luas. frasa “perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan” menimbulkan beragam persepsi dalam implementasinya, Kempat: KUHP Eksisting mengatur ketentuan tindak pidana yang digolongkan sebagai CoC dalam ruang lingkup yang masih umum dan luas, sehingga sulit mengkualifikasikan deliknya dalam penegakan hukum, misalnya dalam Pasal 207 tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan umum, serta Pasal 210 dan 420 tentang suap-menyuap hakim, yang mengundang banyak perdebatan termasuk kategori CoC atau bukan.
Ketua Komisi Yudisial Prof. Amzulian Rifai, S.H., L.LM., Ph.D dalam materinya menyampaikan tentang independensi hakim karena mereka punya posisi sentral dalam kewenangan besar maka independensinya harus dijamin, konsep independesi tersebut digambarkan sebagai keadaan dimana hakim dapat membbuat putusan yang bebas dari pengaruh eksternal, namun independensi hakim bukanlah atribut yang semata diberikan kepada hakim dengan jabatannya melainkan mannifestasi jaminan bagi warga Negara untuk mendapatkan peradilan yang bersih dan adil. Perlindungan terhadap Independensi Hakim tealh diatus dalam peraturan perundangn-undangan diantara dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 49, 50 dan 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Pengamanan Dalam Lingkungan Pengadilan serta Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Dr. H. Prim Haryadi, S.H., M.H. dalam materinya menyampaikan tentang pengertian contempt of court adalah setiap perbuatan yang dapat dianggap mempermalukan, merintangi atau menghalang-halangi pengadilan dalam menyelenggarakan peradilan atau yang dapat dianggap mengurangi kewibawaan atau martabatnya. Dilakukan oleh seseorang yang melakukan perbuatan yang dengan sengaja bertentangan dengan wewenang atau martabatnya, atau cenderung menghambat atau menggagalkan penyelenggaraan peradilan, atau oleh seseorang yang berada di bawah wewenang pengadilan sebagai pihak yang berperkara di dalamnya, dengan sengaja tidak menaati perintahnya yang sah atau tidak mematuhi dan melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya. Kriteria Coc diantaranya Mempermalukan pengadilan, Merintangi atau menghalangi proses persidangan/peradilan, Mengurangi wibawa atau martabat pengadilan. Cara melakukan CoC Pelaku dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan wewenangnya, Pelaku melakukan perbuatan yang secara langsung menghambat proses persidangan/peradilan, Pelaku melakukan perbuatan yang secara langsung menggagalkan proses persidangan/peradilan, Pelaku tidak mentaati/tidak melaksanakan perintah yang sah dari pengadilan. Serta pelaku CoC pihak berperkara dan diluar pihak berperkara. (Redaksi/D’Rea)